Selasa, 05 April 2016

Kisah Rantih, Bocah SD dari Pedalaman Rimba Bengkulu

Rantih, siswa SD yang diusir dari rimba pedalaman Bengkulu. (Foto: Demon F/Okezone)
Rantih, siswa SD yang diusir dari rimba pedalaman Bengkulu. (Foto: Demon F/Okezone)
BENGKULU - Rantih, satu dari 45 murid SDN 126 Pendidikan Khusus Layanan Khusus (PK-LK), Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu, tidak seberuntung murid SD lainnya. Dulu, bocah kelas VI SD ini bersekolah di Dusun Lama Desa Semende, Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur, yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Namun Rantih bersama puluhan bocah lainnya terpaksa meninggalkan lokasi itu, lantaran terkena razia oleh polisi dan balai taman nasional, beberapa tahun silam. Tidak kurang puluhan bangunan pondok, yang dihuni sekira puluhan Kepala Keluarga (KK) Masyarakat Adat Semende Banding Agung, dibumihanguskan oleh petugas, lantaran dianggap melanggar hukum.
Tidak hanya itu, bangunan sekolah pun ikut menjadi sasaran petugas dalam penertiban di kawasan TNBBS. Sementara, Masyarakat Adat Semende Banding Agung, sudah menempati wilayah itu sebelum TNBBS ditetapkan. Hal tersebut tentunya berdampak pada anak-anak tak bersalah, termasuk Rantih.
Kepada Okezone, Rantih bercerita, sebelum bersekolah di SDN 126 PK-LK, Kabupaten Kaur, dia bersama kakak kandungnya, Mimi, sempat mengenyam dunia pendidikan di dalam hutan dan tinggal bersama kedua orangtuanya. Namun, razia petugas membuat bangunan sekolah berbahan baku papan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat tidak bisa difungsikan kembali.
''Saya di sini sejak kelas IV SD. Dulu saya bersekolah di kawasan hutan Bengkulu dan Lampung. Karena rumah sekolah kami dibakar, saya bersama kakak saya disuruh bersekolah di sini (SDN 126 PK-LP),'' cerita Ratih, kepada Okezone.
Ketika masih bersekolah di hutan, kenang Ratih, hanya ada satu bangunan sekolah. Guru pengajar pun berasal dari daerah yang sama. Menurut Ratih, untuk menuju lokasi pondok rumah dan sekolahnya, dari pusat kota memakan waktu sekira tujuh jam perjalanan. Lokasi itu, terang dia, hanya bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua dengan kedua ban yang telah dimodifikasi dengan rantai.
"Yang bersekolah di sana sekira 20 orang,'' ujar bocah yang bercita-cita menjadi dosen ini.
Sejak kejadian itu, kisah Rantih, dia bersama kakaknya terpisah dari kedua orangtuanya. Ayah dan ibu Rantih kini masih bersembunyi didalam hutan. Meski demikian, sekolah menjadi sedikit pelipur lara bagi Rantih.
''Senang sekolah di sini (SDN 126 PK-LP), gratis. Tapi saya rindu sama kedua orangtua,'' imbuh Rantih sembari meneteskan air mata.
Sumber: http://goo.gl/Y32T0T

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Copyright © 2012. Portal Berita - All Rights Reserved B-Seo Versi 5 by Blog Bamz